Tuesday, February 26, 2013
Trade Off antara Efisiensi dan Equity(keadilan)
Dalam sektor publik terdapat konsep 3E yakni Ekonomi, Efisiensi, dan Efektivitas. 3E tersebut perlu diperluas dengan E yang ke empat yaitu Equity (keadilan).Dalam setiap penyelenggaraan Pemerintahan, khususnya negara yang menganut konsep Welfare State seperti Indonesia, pasti mengutamakan segi keadilan dan efisien. akan tetapi pada dasarnya kedua sifat ini akan mengalami trade off antara keduanya. trade off ini merupakan suatu hal pelik yang pasti terjadi dalam setiap penyelenggaraan pemerintahan.
Sebelum melanjutkan pembahasan pada trade antara efisiensi dan equity(keadilan), ada baiknya terlebih dalu kita membahas pengertian dari efisiensi dan equity(keadilan)
Efisiensi (efficiency) menurut kamus besar bahasa Indonesia yaitu tepat atau sesuai untuk mengerjakan (menghasilkan) sesuatu (dengan tidak membuang-buang waktu, tenaga, biaya), mampu menjalankan tugas dengan tepat dan cermat, berdaya guna, bertepat guna.
Sedangkan menurut definisi yang lain efisiensi adalah penggunaan sumber daya secara minimum guna pencapaian hasil yang optimum. Efisiensi menganggap bahwa tujuan-tujuan yang benar telah ditentukan dan berusaha untuk mencari cara-cara yang paling baik untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Efisiensi hanya dapat dievaluasi dengan penilaian-penilaian relatif, membandingkan antara masukan dan keluaran yang diterima.terdapat 4 kondisi yang dapat digolongkan sebagai efisien :
a. Menghasilkan output yang lebih besar dengan menggunakan input tertentu.
b. Menghasilkan output tetap untuk input yang lebih rendah dari yang seharusnya.
c. Menghasilkan produksi yang lebih besar dari penggunaan sumber dayanya.
d. Mencapai hasil dengan biaya serendah mungkin.
Sedangkan pengertian equity sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata adil berarti tidak berat sebelah atau tidak memihak atau sewenang-wenang, sehingga keadilan mengandung pengertian sebagai suatu hal yang tidak berat sebelah atau tidak memihak atau sewenang-wenang
Menurut Frans Magnis Suseno dalam bukunya Etika Politik menyatakan bahwa keadilan sebagai suatu keadaan di mana orang dalam situasi yang sama diperlakukan secara sama.
Sedangkan menurut Aristoteles dalam tulisannya Retorica membedakan keadilan dalam dua macam :
a. Keadilan distributif atau justitia distributiva;
suatu keadilan yang memberikan kepada setiap orang didasarkan atas jasa-jasanya atau pembagian menurut haknya masing-masing. Keadilan distributif berperan dalam hubungan antara masyarakat dengan perorangan.
b. Keadilan kumulatif atau justitia cummulativa;
Suatu keadilan yang diterima oleh masing-masing anggota tanpa mempedulikan jasa masing-masing. Keadilan ini didasarkan pada transaksi baik yang sukarela atau tidak. Keadilan ini terjadi pada lapangan hukum perdata, misalnya dalam perjanjian tukar-menukar.
Terdapat dua masalah yang ditimbulkan dari trade off ini yaitu, untuk menurunkan ketidakadilan, seberapa besar efisiensi yang dikorbankan dan adanya ketidaksepakatan mengenai nilai relatif yang harus diberikan atas penurunan nilai ketidakadilan dibandingkan nilai efisiensi.
Sebagian berpendapat bahwa keadilan adalah masalah utama yang ada di masyarakat sehingga untuk memaksimalkannya harus mengorbankan efisiensi, begitu pula sebaliknya pandangan orang yang menyatakan bahwa efisiensi adalah masalah utama. Inilah mengapa antara efisiensi dan keadilan tidak bisa berjala bersama, harus ada salah satu yang dikorbankan.
Efisiensi terjadi ketika kondisi kesejahteraan tidak dapat ditingkatkan lagi tanpa mengorbankan tingkat kesejahteraan pihak lain (Pareto). Kalau dalam suatu komunitas ada A (50), B (100), dan C (1000) dengan angka di dalam kurung mewakili tingkat kesejahteraan hipotetis, maka menaikkan kesejahteraan A tanpa mengorbankan kesejahteraan B atau C adalah kondisi dimana terjadi perbaikan efisiensi (Pareto improvement); tetapi jika untuk menaikkan tingkat kesejahteraan salah satu anggota harus menurunkan kesejahteraan anggota lain, maka kondisi awal ini sudah menunjukkan Pareto efficient.
Di lain sisi,keadilan adalah suatu istilah yang batasannya tidak tegas dan sangat relatif. Adil bagi C belum tentu dianggap adil bagi A atau B. Kita tidak bisa memuaskan semua pihak sekaligus. Subsidi BBM secara massal tidak efisien karena memicu over-consumption dan dinikmati golongan yang tidak seharusnya menerima subsidi. Tetapi dengan struktur ekonomi dan bisnis kita yang memang tidak efisien, menghilangkan subsidi sekaligus akan membuat kehidupan lapisan miskin semakin menderita. Di sini kita lihat ada trade-off antara efficiency dan equity. Saya tidak hendak membahas mana yang terbaik tetapi hanya ingin menunjukkan bahwa dalam hampir semua hal efficiency itu bekerja berlawanan arah dengan equity.
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa pada kenyataannya, efisiensi dan keadilan sering sekali tidak dapat sejalan. Untuk mencapai efisiensi maka harus mengorbankan keadilan, begitu pula sebaliknya. Kaedilan dapat dicapai tetapi konsekuensinya adalah menurunnya efisiensi. First fundamental theorem of welfare economics menyatakan bahwa ekuilibrium yang kompetitif dapat mencapai pareto optimum dalam pasar yang sempurna. Dalam kenyataannya, terjadi kegagalan pasar (market failure), sehingga lahirlah second fundamental theorem of welfare economics yang menyatakan bahwa dalam konteks terjadi kegagalan pasar, ekuilibrium yang kompetitif dan memiliki properti pareto yang optimal dapat dicapai melalui lumpsum transfer. Hal inilah yang kemudian menjadi dasar intervensi pemerintah untuk mengatasi trade-off antara efisiensi dan pemerataan melalui kebijakan redistribusi dalam bentuk pajak, subsidi, dan pengeluaran publik pemerintah.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment